Anekdot
Cerita
lucu setelah liburan sekolah
Cerita humor lucu
ini dimulai ketika hari pertama masuk setelah libur panjang.
Ketika pelajaran
dimulai,terjadi dialog antar ibu guru dan muridnya
Guru :Anak
anak,gimana perasaan kalian saat ini?
Murid :senang bu!
Guru :pertama2
ibu akan menanyakan kata2 bijak apa yg sering dikatakan bapamu?
Murid 1:Hidup ini
harus kita "LANJUTKAN"!
Guru : oooh,bapak
kamu pasti anggota partai demokrat ya?
Murid 1: betul bu
Guru : oh
pantes,sekarang kamu!
Murid 2: kata bapak
saya hidup ini harus kuat seperti "BANTENG"!
Guru : ohhh
,pasti bapak kamu anggota partai PDIP
Murid 2: betul bu.
Guru :
pantes,sekarang lanjutkan lagi
Murid 3: kata bapa
saya "Lebih Baik Memberi Daripada Diberi"
Guru :wow,itu
baru betul,bapak kamu pasti ustat/pendeta atau semacamnya ya?
Murid 3: bukan bu
Guru : ooh,pasti
bapak kamu seorang yg taat ibadahnya kan?
Murid 3: bukan bu
Guru : pasti
bapak kamu org yg baik dan suka bersosialisasi ya?
Murid 3:bukan juga
bu
Guru (kesal!) :terus
apa dong!
Murid
3: petinju bu
Anekdot
konyol
Iman D. Nugroho, wartawan Jakarta Post, sesumbar bahwa dia tidak
akan membiarkan anak pertamanya memakai jilbab, “Dengan alasan
apapun!”
Kawan di LBH langsung beringsut tidak terima. Kentara benar kalau
sebal dan marah, “Memang kenapa?”
Iman menarik napas panjang. Katanya, “Karena anakku cowok”.
sumber:
http://wedangjahe.net/?p=36
Anekdot
lucu
Anda sedang men-seleksi calon karyawan baru?? Ada segudang
pertanyaan yang dapat diajukan untuk
mengetahui cara berfikir dan wawasan mereka. Salah satu contoh
pertanyaan yang dapat diajukan
untuk test bagi calon karyawan sebagai berikut.
Seorang manager HRD sedang menyaring pelamar untuk satu lowongan
dikantornya.
Setelah membaca seluruh berkas lamaran yang masuk, dia menemukan 4
orang calon yang cocok.
Dia memutuskan memanggil ke-4 orang itu dan menanyakan 1 pertanyaan
saja.
Jawaban mereka akan menjadi penentu apakah akan diterima atau tidak.
Harinya tiba dan ke-4 orang itu sudah duduk rapi di ruangan
interview.
Si Manager lalau mengajukan 1 pertanyaan:
setahu Anda, apa yang bergerak paling cepat?
Kandidat I menjawab, “PIKIRAN.
Dia muncul begitu saja di dalam kepala,tanpa peringatan, tanpa
ancang-ancang.
Tiba-tiba saja dia sudah ada.Pikiran adalah yang bergerak paling
cepat yang saya tahu”.
“Jawaban yang sangat bagus”, sahut si Manager. “Kalau menurut
Anda?”,
tanyanya ke kandidat II.
“Hm….KEJAPAN MATA! Datangnya tidak bisa diperkirakan, dan tanpa
kita sadari mata kita sudah berkejap.
Kejapan mata adalah yang bergerak paling cepat kalau menurut
saya”.”Bagus sekali! Dan memang ada ungkapan
’sekejap mata’ untuk menggambarkan betapa cepatnya sesuatu
terjadi”.Si manager berpaling ke kandidat III,
yang kelihatan berpikir keras.
“NYALA LAMPU adalah yang tercepat yang saya ketahui”, jawabnya,
“Saya sering menyalakan saklar di dalam rumahdan lampu yang di
taman depan langsung saat itu juga menyala” Si manager terkesan
dengan jawaban.
kandidat III. “Memang sulit mengalahkan kecepatan cahaya”,
pujinya.
Dilirik oleh sang manager, kandidat IV menjawab, “Sudah jelas bahwa
yang
paling cepat itu adalah DIARE”
“APA???!!!”, seru sang manager yang terkaget-kaget dengan
jawaban yang tak terduga itu.
“Oh saya bisa menjelaskannya” , kata si kandidat. “Dua hari
lalu kan perut saya mendadak mules sekali.
Cepat-cepat saya berlari ke toilet.Tapi sebelum saya sempat
BERPIKIR, MENGEJAPKAN MATA atau MENYALAKAN LAMPU, saya sudah berak di
celana”
Tentu saja kandidat terakhir yang
diterima.
sumber:
http://www.fokusoha.com/
Anekdot
menjengkelkan
Alkisah suatu sore di akhir Ramadhan, beberapa orang ikhwah tampak
sedang bercengkrama di teras masjid Baitul Hikmah, Cilandak sambil
menunggu waktu berbuka puasa. Mereka semua adalah para peserta
I’tikaf Ramadhan yang datang dari tempat yang berbeda-beda. Dan
mereka kini terlibat pembicaraan serius tentang kegiatan dakwah di
kampusnya masing-masing. Beberapa saat kemudian datang seorang Ikhwah
dengan tergesa-gesa, membawa suatu kabar.
” Assalamualaikum wr wb, Ikhwan semua, antum sudah dengar belum
ada fatwa terbaru dari Dewan Syariah, baru keluar pagi tadi lho !”
Dengan serempak mereka menjawab,
” Waalaikum salam, fatwa terbaru tentang apa akhi ? ”
” Tentang Menikah !”
” Menikah ? apa saja isi fatwa tersebut ? ”
” Isinya cuma satu pasal tapi penting, bahwa mulai sekarang
seorang Ikhwan tidak boleh menikah dengan akhwat satu kampus.”
Semua ikhwah yang mendengar terkejut, dan saling memberi komentar
satu sama yang lain.
“Apa alasannya akhi, kan tidak melanggar syar’i ?”
“Kok bisa begitu, lalu bagaimana sama yang sudah berproses,
langsung dibatalkan ya ..”
“Ane kira ini untuk kepentingan perluasan dakwah juga ..”
“Kalau ane sih milih sami’na wa atho’na saja..”
Setelah beberapa saat terjadi tukar pendapat satu sama lain,
akhirnya sang Akhi yang datang bawa kabar tersebut dengan mimik
serius menjelaskan,“tenang Akhi.., fatwa tersebut memang harus di
dukung dan ada dalilnya kok, bukankah Syariah Islam membatasi seorang
Ikhwan untuk menikah hanya sampai dengan empat orang akhwat, maka
bagaimana mungkin seorang ikhwah mau menikah dengan ‘akhwat satu
kampus’ yang jumlahnya ratusan ..!”
Anekdot
menyindir pelayanan umum
Pada zaman dahulu di suatu negara (yang pasti bukan negara kita) ada
seorang tukang pedati yang rajin
dan tekun. Setiap pagi dia membawa barang dagangan ke pasar dengan
pedatinya. Suatu pagi dia melewati jembatan yang baru dibangun. Namun
sayang, ternyata kayu yang dibuat untuk jembatan tersebut tidak kuat.
Akhirnya, tukang pedati itu jatuh ke sungai. Kuda beserta dagangannya
hanyut.
Si Tukang Pedati dan keluarganya tidak terima karena mendapat
kerugian gara-gara jembatan yang rapuh. Kemudian, mereka melaporkan
kejadian itu kepada hakim untuk mengadukan si Pembuat Jembatan agar
dihukum dan Sumber:
http://www.golddinarjameela.com/2012/03/ber-muammalah-dengan-timbangan-yang.html
Gambar 4.2 Timbangan sebagai simbol keadilan115 Bahasa Indonesia
Ekspresi Diri dan Akademik
memberi uang ganti rugi. Zaman dahulu orang dapat melapor langsung ke
hakim karena belum ada polisi.
Permohonan keluarga si Tukang Pedati dikabulkan. Hakim memanggil si
Pembuat Jembatan untuk diadili. Namun, si Pembuat Jembatan tentu
protes dan tidak terima. Ia menimpakan kesalahan kepada tukang kayu
yang
menyediakan kayu untuk bahan jembatan itu. Kemudian, hakim memanggil
si Tukang Kayu.
Sesampainya di hadapan hakim, si Tukang Kayu bertanya kepada hakim,
“Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga hamba dipanggil ke
persidangan?” Yang Mulia Hakim menjawab, “Kesalahan kamu sangat
besar. Kayu yang kamu bawa untuk membuat jembatan itu ternyata jelek
dan rapuh sehingga menyebabkan seseorang jatuh dan kehilangan pedati
beserta kudanya. Oleh karena itu, kamu harus dihukum dan mengganti
segala kerugian si Tukang Pedati.” Si Tukang Kayu membela diri,
“Kalau itu permasalahannya, ya, jangan salahkan saya, salahkan saja
si Penjual Kayu yang menjual kayu yang jelek.” Yang Mulia Hakim
berpikir, “Benar juga apa
yang dikatakan si Tukang Kayu ini. Si Penjual Kayu inilah yang
menyebabkan tukang kayu membawa kayu yang jelek untuk si Pembuat
Jembatan.” Lalu, hakim berkata kepada pengawalnya, “Hai pengawal,
bawa si Penjual Kayu
kemari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya!” Pergilah si
Pengawal menjemput si Penjual Kayu.
Si Penjual Kayu dibawa oleh pengawal tersebut ke hadapan hakim.
“Yang Mulia Hakim, apa kesalahan hamba sehingga dibawa ke sidang
pengadilan ini?” kata si Penjual Kayu. Sang Hakim menjawab,
“Kesalahanmu sangat
besar karena kamu tidak menjual kayu yang bagus kepada si Tukang Kayu
sehingga jembatan yang dibuatnya tidak kukuh dan menyebabkan
seseorang kehilangan kuda dan barang dagangannya dalam pedati.” Si
Penjual Kayu menjawab, “Kalau itu permasalahannya, jangan
menyalahkan saya. Yang salah pembantu saya. Dialah yang menyediakan
beragam jenis kayu untuk dijual. Dialah yang salah memberi kayu yang
jelek kepada si Tukang Kayu
itu.” Benar juga apa yang dikatakan si Penjual Kayu itu. “Hai
pengawal bawa si Pembantu ke hadapanku!” Maka si Pengawal pun
menjemput si Pembantu.
Seperti halnya orang yang telah dipanggil terlebih dahulu oleh
hakim, si Pembantu pun bertanya kepada hakim perihal kesalahannya.
Sang Hakim memberi penjelasan tentang kesalahan si Pembantu yang
menyebabkan
tukang pedati kehilangan kuda dan dagangannya sepedati. Si Pembantu
tidak secerdas tiga orang yang telah dipanggil terlebih dahulu
sehingga ia tidak bisa memberi alasan yang memuaskan sang Hakim.
Akhirnya, sang
Hakim memutuskan si Pembantu harus dihukum dan memberi ganti rugi.
Berteriaklah sang Hakim kepada pengawal, “Hai, Pengawal, masukkan
si Pembantu ini ke penjara dan sita semua uangnya sekarang juga!”
Beberapa menit kemudian, sang Hakim bertanya kepada si Pengawal,
”Hai, Pengawal apakah hukuman sudah dilaksanakan?” Si Pengawal
menjawab, ”Belum, Yang Mulia, sulit sekali untuk melaksanakannya.”
Sang Hakim
bertanya, “Mengapa sulit? Bukankah kamu sudah biasa memenjarakan
dan menyita uang orang?” Si Pengawal menjawab, “Sulit, Yang
Mulia. Si Pembantu badannya terlalu tinggi dan gemuk. Penjara yang
kita punya tidak
muat karena terlalu sempit dan si Pembantu itu tidak punya uang untuk
disita.” Sang Hakim marah besar, “Kamu bego amat! Gunakan dong
akalmu, cari pembantu si Penjual Kayu yang lebih pendek, kurus, dan
punya uang!”
Kemudian, si Pengawal mencari pembantu si Penjual Kayu yang lain yang
berbadan pendek, kurus, dan punya uang.
Si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang bertanya
kepada hakim, “Wahai, Yang Mulia Hakim. Apa kesalahan hamba
sehingga harus dipenjara?” Dengan entengnya sang Hakim menjawab,
“Kesalahanmu adalah pendek, kurus, dan punya uaaaaang!!!!”
Setelah si Pembantu yang berbadan pendek, kurus, dan punya uang itu
dimasukkan ke penjara dan uangnya disita, sang Hakim bertanya kepada
khalayak ramai yang menyaksikan pengadilan tersebut, ”Saudara-saudara
semua, bagaimanakah menurut pandangan kalian, peradilan ini sudah
adil?” Masyarakat yang ada serempak menjawab, “Adiiill!!!”.